Tsunami adalah bukti bahwa batas itu seringkali dilangkahi


Bencana Alam Indonesia Dalam Konteks Keagamaan

Bencana mendera Indonesia dalam kurun waktu yang sangat singkat, kurang dari 6 bulan 3 bencana besar turun berturut-turut. Banjir bandang dan longsor di Wasior Papua, Tsunami di Kep. Mentawai, dan terakhir sampai artikel ini ditulis, Gunung Merapi meletus dalam waktu yang cukup panjang dan menelan banyak korban.
Bagaimanakah bencana alam tersebut dilihat dari kacamata agama? Berikut sedikit ulasannya.


Bencana-bencana ini kemudian mengingatkan saya kembali pada beberapa kajian keagamaan yang selama ini didapat. Dalam konteks agama, terjadinya bencana bisa ditarik dari beberapa sebab, diantaranya adalah karena memang Tuhan ingin menguji kita dengan mengambil apasaja yang kita cintai, tentusaja dengan cara yang bermacam-macam. Bisa juga dikarenakan kesalahan kita sendiri, dalam konteks ini, ada banyak referensi agama yang memberikan contoh. Dan yang terakhir adalah disebabkan karena pelanggaran dan dosa.

Bencana dikarenakan kesalahan kita sendiri.

Bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia, yaitu ketika manusia sudah tidak memperhatikan alam, seperti membangun perumahan di daerah-daerah tempat penyerapan air, sehingga ketika hujan terjadi longsor dan banjir. Kemudian ketika manusia menggunduli hutan, penebangan pohon secara liar akan menyebabkan terjadi kebakaran hutan, pemanasan global dan lain sebagainya, itu semua merupakan bencana yang dibuat oleh ulah/perbuatan tangan manusia sendiri yang membuat kerusakan.
“Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S. 42 : Asy Syuura : 30)

 

Bencana dikarenakan pelanggaran dan dosa

Dalam Al Quran, terdapat kisah-kisah terdahulu mengenai Nabi Sholeh, Nabi Hud, Nabi Nuh. Dalam setiap kisah tersebut diberitakan adanya bencana seperti banjir, gempa, dll. yang disebabkan karena kesalahan manusia melupakan tuhannya dan melanggar aturanNya.
Dan (Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?". Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Lut dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri." Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (Q.S. 8 : Al A’raaf : 80 – 84)
merapi meletus
Dalam pemahaman Kristen, terjadinya bencana juga mempunyai konteks yang bermacam-macam. Diantaranya adalah karena penciptaan memang belum selesai, sehingga, karena bumi terus bergerak, maka pergeseran tersebut dapat menciptakan bencana-bencana.
Yesus berkata: Bapa-Ku bekerja sampai sekarang (Yoh. 5:17). Allah terus bekerja untuk membenahi ciptaan-Nya s243217ai dengan rencana-Nya yang kekal.
Karl Barth umpamanya mengatakan hal yang sangat mengejutkan tentang ciptaan Allah: "Penciptaan sudah terjadi tetapi belum selesai". Artinya ciptaan yang keluar dari tangan Allah masih terus berada dalam proses menjadi. Apa yang kita lihat dan alami saat ini, termasuk hidup kita adalah satu keberadaan yang sementara. Akan tiba masanya, di mana keadaan yang sementara ini akan diganti dengan keadaan yang sempurna (Church Dogmatics II/1, 15).
Mengutip pernyataan Dr. Eben Nuban Timo dalam artikel Paskah dan Bencana Alam.
Tsunami adalah bukti bahwa batas itu seringkali dilangkahi. Penyakit yang kita derita juga adalah bentuk-bentuk dari pelanggaran batas itu oleh kegelapan. Dalam penciptaan Allah belum menghancurkan musuh dari ciptaan Allah secara total. Allah hanya menaruh batas kepadanya. Daya rusak dari si jahat itu dibatasi dan dikendalikan oleh Allah. Akan ada waktu di mana Allah secara total dan definitif menonaktifkan daya rusak dan menghalau si jahat dari muka bumi. Itu baru akan terjadi nanti, belum sekarang (Wh. 21:1, 22:5).

 

Kesimpulannya:

Dalam memahami bencana, kita seharusnya instrospeksi diri, sehingga dapat lebih jernih memahami apa yang sedang terjadi pada kita semua. Bila memang kita tahu bahwa bangsa kita memang masih sering melanggar aturan alam (menggunduli hutan, membuang sampah sembarangan, dll.), tentu saja potensi bencana akan sangat besar, seiring kesalahan tersebut kerap terjadi.
Bila merujuk pada konteks ketiga, bahwa kita memang banyak dosa (korupsi, perzinaan, pencurian, dll.) tentu saja potensi bencana juga sangat besar bagi kita.
Itulah, selain kita memperhatikan penyebab bencana dari konteks IPTEK dan akal, ada baiknya kita juga merefleksikan diri mengenai kesalahan-kesalahan kita. Dan berharap semoga Tuhan mengampuni kita bila kita bertobat.
Pesan untuk bapak Presiden Indonesia. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemimpin, selain Bapak telah sangat fokus dalam menangani bencana, ada baiknya juga mengajak seluruh komponen bangsa ini untuk merefleksi diri dan bertobat secara nasional. (note: saya belum pernah mendengar pernyataan ini dalam setiap pidato kenegaraan)

0 comments:

Thursday, November 3, 2011

Tsunami adalah bukti bahwa batas itu seringkali dilangkahi


Bencana Alam Indonesia Dalam Konteks Keagamaan

Bencana mendera Indonesia dalam kurun waktu yang sangat singkat, kurang dari 6 bulan 3 bencana besar turun berturut-turut. Banjir bandang dan longsor di Wasior Papua, Tsunami di Kep. Mentawai, dan terakhir sampai artikel ini ditulis, Gunung Merapi meletus dalam waktu yang cukup panjang dan menelan banyak korban.
Bagaimanakah bencana alam tersebut dilihat dari kacamata agama? Berikut sedikit ulasannya.


Bencana-bencana ini kemudian mengingatkan saya kembali pada beberapa kajian keagamaan yang selama ini didapat. Dalam konteks agama, terjadinya bencana bisa ditarik dari beberapa sebab, diantaranya adalah karena memang Tuhan ingin menguji kita dengan mengambil apasaja yang kita cintai, tentusaja dengan cara yang bermacam-macam. Bisa juga dikarenakan kesalahan kita sendiri, dalam konteks ini, ada banyak referensi agama yang memberikan contoh. Dan yang terakhir adalah disebabkan karena pelanggaran dan dosa.

Bencana dikarenakan kesalahan kita sendiri.

Bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia, yaitu ketika manusia sudah tidak memperhatikan alam, seperti membangun perumahan di daerah-daerah tempat penyerapan air, sehingga ketika hujan terjadi longsor dan banjir. Kemudian ketika manusia menggunduli hutan, penebangan pohon secara liar akan menyebabkan terjadi kebakaran hutan, pemanasan global dan lain sebagainya, itu semua merupakan bencana yang dibuat oleh ulah/perbuatan tangan manusia sendiri yang membuat kerusakan.
“Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S. 42 : Asy Syuura : 30)

 

Bencana dikarenakan pelanggaran dan dosa

Dalam Al Quran, terdapat kisah-kisah terdahulu mengenai Nabi Sholeh, Nabi Hud, Nabi Nuh. Dalam setiap kisah tersebut diberitakan adanya bencana seperti banjir, gempa, dll. yang disebabkan karena kesalahan manusia melupakan tuhannya dan melanggar aturanNya.
Dan (Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?". Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Lut dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri." Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (Q.S. 8 : Al A’raaf : 80 – 84)
merapi meletus
Dalam pemahaman Kristen, terjadinya bencana juga mempunyai konteks yang bermacam-macam. Diantaranya adalah karena penciptaan memang belum selesai, sehingga, karena bumi terus bergerak, maka pergeseran tersebut dapat menciptakan bencana-bencana.
Yesus berkata: Bapa-Ku bekerja sampai sekarang (Yoh. 5:17). Allah terus bekerja untuk membenahi ciptaan-Nya s243217ai dengan rencana-Nya yang kekal.
Karl Barth umpamanya mengatakan hal yang sangat mengejutkan tentang ciptaan Allah: "Penciptaan sudah terjadi tetapi belum selesai". Artinya ciptaan yang keluar dari tangan Allah masih terus berada dalam proses menjadi. Apa yang kita lihat dan alami saat ini, termasuk hidup kita adalah satu keberadaan yang sementara. Akan tiba masanya, di mana keadaan yang sementara ini akan diganti dengan keadaan yang sempurna (Church Dogmatics II/1, 15).
Mengutip pernyataan Dr. Eben Nuban Timo dalam artikel Paskah dan Bencana Alam.
Tsunami adalah bukti bahwa batas itu seringkali dilangkahi. Penyakit yang kita derita juga adalah bentuk-bentuk dari pelanggaran batas itu oleh kegelapan. Dalam penciptaan Allah belum menghancurkan musuh dari ciptaan Allah secara total. Allah hanya menaruh batas kepadanya. Daya rusak dari si jahat itu dibatasi dan dikendalikan oleh Allah. Akan ada waktu di mana Allah secara total dan definitif menonaktifkan daya rusak dan menghalau si jahat dari muka bumi. Itu baru akan terjadi nanti, belum sekarang (Wh. 21:1, 22:5).

 

Kesimpulannya:

Dalam memahami bencana, kita seharusnya instrospeksi diri, sehingga dapat lebih jernih memahami apa yang sedang terjadi pada kita semua. Bila memang kita tahu bahwa bangsa kita memang masih sering melanggar aturan alam (menggunduli hutan, membuang sampah sembarangan, dll.), tentu saja potensi bencana akan sangat besar, seiring kesalahan tersebut kerap terjadi.
Bila merujuk pada konteks ketiga, bahwa kita memang banyak dosa (korupsi, perzinaan, pencurian, dll.) tentu saja potensi bencana juga sangat besar bagi kita.
Itulah, selain kita memperhatikan penyebab bencana dari konteks IPTEK dan akal, ada baiknya kita juga merefleksikan diri mengenai kesalahan-kesalahan kita. Dan berharap semoga Tuhan mengampuni kita bila kita bertobat.
Pesan untuk bapak Presiden Indonesia. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemimpin, selain Bapak telah sangat fokus dalam menangani bencana, ada baiknya juga mengajak seluruh komponen bangsa ini untuk merefleksi diri dan bertobat secara nasional. (note: saya belum pernah mendengar pernyataan ini dalam setiap pidato kenegaraan)

No comments: